Pemikiran Tasawuf Syeikh
Burhanuddin Ulakkan dan Yusuf al-Makassari
Oleh Devia Adelita
Tasawuf di Sumatra Barat (Syeikh
Burhanuddin Ulakkan)
Sumatera Barat
merupakan salah satu wilayah di Nusantara yang terpengaruh pemikiran tasawuf di
Aceh. Ini bisa dibuktikan dengan berkembangnya pemikiran-pemikiran tasawuf dan
ordo tarekat di wilayah ini. Salah atu ordo tarekat yang berkembang pesat di
Sumatera Barat yang bermula dari Aceh, adalah Tarekat Syatariyah. Di Indonesia,
tarekat ini pertama kali dibawa oleh Abd. Rauf Sinkli pada abad ke 17. Tarekat ini ketika di Mekkah dikembangkan
oleh Mullah Ibrahim bi Hasan al-Kurani dan Ahmad Al-Qusyasyi. Kedua syaikh ini
adalah juga guru dari Abdul Ruf Al-Sinkli dari Aceh. Dari kenyataan tersebut
jelas bahwa pemikiran tasawuf yang berkembang di Sumatera Barat dipengaruhi
pemikiran tasawuf Aceh. Burhanuddin Ulakkan merupakan murid dari Syaikh
Abd.Rauf Sinkli yang aktif mengembangkan Tarekat Syatariyah.
Namanya ketika masih
kecil adalah si Pono, ayahnya bernama Pampak dan ibunya bernama Nili.[1]
Syaikh Burhanuddin adalah orang Minangkabau asli, seorang pengembang agama
islam yang utama di Sumatra bagian tengah. Menurut berbagai catatan sejarah,
Syeikh Burhanuddin lahir pada 1056 H (1646 M) dan wafat pada 1111H (1693 M).
Burhanuddin lahir di Ulakkan (Pariaman), sebuah desa didekat Padang Panjang.
Ketika masih kecil, Burhanuddin dan ayahnya menganut agama Budha, namun
kemudian atas ajakan dan dakwah seorang saudagar Gujarat yang menyebarkan agama
islam kepada penduduk di Pekan Batang Pengawas, Burhanuddin dan ayahnya
meninggalkan agama Budha dan masuk islam dengan ikhlas.[2]
Setelah memeluk agama islam, Burhanuddin meninggalkan kampung halamannya,
Sintuk, untuk merantau ke Tapakis dan berguru dengan seorang ulama, Yahyuddin
atau disebut juga Tuanku Madinah. Atas anjuran gurunya, Burhanuddin berangkat
ke Aceh untuk belajar kepada Syaikh Abdurrauf al-Sinkli.[3]
Setelah
menuntut ilmu selama tiga puluh tahun di Aceh, akhirnya Burhanuddin kembali ke
tempat asalnya, yaitu Minangkabau, untuk menyebarkan agama islam disana. Di
Minangkabau, Burhanuddin mendirikan
surau di Tanjung Medan yang terletak di dalam kompleks tanah seluas
kurang lebih 5 hektar dan diberi nama Surau Ulakkan. Memang, ajaran dan dakwah
islam yang dibawa Burhanuddin diikuti dengan
baik oleh masyarakat Minangkabau dan tarekat yang dikembangkannya
(tarekat Syatariyah) mendapat sambutan yang luar biasa. Hingga sekarang makam
Syaikh Burhanuddin tetap mendapat perhatian besar.[4]
Karya-Karya Syeikh Burhanuddin
Ulakkan
Sistem dan pola pemikiran Syekh
Burhanuddin tidak dapat ditunjukkan secara konkrit, karena tulisannya yang
dapat dijadikan acuan tidak ditemukan. Meskipun ada dua manuskrip yang oleh
pengikutnya dikaitkan dengan Syekh Burhanuddin dan disebut sebagai karya Syekh
Burhanuddin, tetapi manuskrip ini hanyalah merupakan mukhtasar (ringkasan) dari
beberapa kitab tasawuf yang disebut pada penutup manuskrip itu.
Karya-karya yang pernah
beliau tulis, antara lain:
1.
Hudayah Balighah ‘ala Jum’at al
muchasanah, suatu pembahasan mengani hukum Islam tentang: bukti, kesaksian dan
sumpah palsu. Buah pikirannya ini menjadi pedoman dan kaedah hukum adat dalam
masyarakat Aceh hingga dewasa ini.
2.
Miratul Tullab fi Tasyl Ma’rifatul
Asysyariah li makhluk Wahhab kupasan mengenai pengantar Imu Fiqih menurut
mazahab Syafii.
3.
Kifayat al Muhtajin, Daqaiq al Huruf,
Bayan Tajalli, suatu kupasan mengenai pokok-pokok ajaran tasauf dan dasar-dasar
pendiriannya dalam lapangan ini.
4.
Syair makrifat, karangan dalam bentuk
puisi.
5.
Tafsir al Qur an, dalam bahasa Melayu.[5]
Pemikiran
Tasawuf Syaikh Burhanuddin Ulakkan
Ajaran
yang dikembangkan Syekh Burhanuddin sebagai penganut mazhab Syafi’i adalah
tharikat Syattariyah, yang dinamakan juga tharikat Ulakan atau “martabat yang
tujuh”. Martabat yang tujuh adalah mengenai ketujuh tahap pancaran dari “ada
yang mutlak”, bersumber dari ajaran al Halaj, Ibnu Arabi. Menurut ajaran ini
semua yang di alam merupakan pancaran dari Allah. Pikiran ini dikembangkan dari
ajaran Wihdatul wujud, bersatu dengan Tuhan. Penganjur faham wihdatul wujud di
Aceh adalah Syamsuddin Pasai al Sumatrani dan Hamzah Fansuri. Menurut
Syamsuddin al Sumatrani, bahwa Allah itu roh, dan wujud kita ini roh dan wujud
Tuhan. Sedangkan Hamzah Fansuri mengatakan bahwa asal roh itu qadin, yakni roh
Muhammad s.a.w. karena ia dijadikan Allah dari pada nur zatnya yang qadin. Man
‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa rabbahu (siapa yang mengenal dirinya, berarti
mengenal Tuhannya), yang oleh Hamzah Fansuri diartikan bahwa manusia bersatu
dengan Tuhan, bersatu sifat dengan zat.
Adapun
ajaran tarekat Syattariyah mempunyai ciri-ciri khusus, antara lain:
a)
tentang lafadz
bahasa Arab dari pada imam dan upacara-upacara berdasarkan bahasa Arab yang
kuno dan kurang murni.
b)
Permulaan dan
akhir puasa dilaksanakan semata-mata atas rukyah, dalam arti dapat dilihat
dengan mata adanya bulan.
Pengaruh tarekat ini masih dapat disaksikan sekarang
lewat “basapa” ke makam Syekh Burhanuddin di Ulakan. Dalam komplek makam
tersebut, pengikutnya melakukan ratib semalam suntuk. Dalam ajaran tarekat,
pendekatan dan penghormatan kepada guru diutamakan sekali. Jalan pikiran
manusia dalam ajaran tharikat turut mempengaruhi akan peningkatan amalannya
melalui makrifat (ilmu) dan hakikat (kebenaran sejati = Tuhan). Untuk
memperoleh makrifat, perlu guru atau khalifah. Tanpa guru, makrifat tidak akan
berhasil mencapai hakikat. Fungsi guru di sini adalah sebagai perantara
(rabuthah). Guru menjadi komponen utama dalam menghubungkan seseorang dengan
Tuhannya (hakikat), karenanya doa guru perlu disebut. Menyebut nama guru ialah
memudahkan doa diperkenankan.
Proses pencapaian hakikat yang telah diajarkan guru
menuntut penghormatan kepada guru, sehingga setelah meninggal jasa guru perlu
diingat dalam bentuk ziarah ke makamnya. Dalam pikiran si murid, ulama dan guru
tharikat dianggap mempunyai kelebihan yang luar biasa hingga dianggap keramat.
Tanah dan tempat-tempat yang pernah dipakai oleh ulama tersebut perlu dihormat dan dikunjungi. Banyak di antara murid-murid Syekh Burhanuddin yang mengembangkan ajaran tharikat ini di Minangkabau. Salah seorang murid yang terkenal ialah Tuanku Mansiang di Paninjauan. Setelah Syekh Burhanuddin wafat, banyak pula orang yang berguru kepada Tuanku Mansiang ini. Perkembangan kemudian cepat berubah sesuai dengan perkembangan pedalaman Minangkabau, Murid-murid Tuanku Mansiang ini mendirikan surau-surau di kampungnya dalam mengembangkan keahliannya masing-masing.
Tanah dan tempat-tempat yang pernah dipakai oleh ulama tersebut perlu dihormat dan dikunjungi. Banyak di antara murid-murid Syekh Burhanuddin yang mengembangkan ajaran tharikat ini di Minangkabau. Salah seorang murid yang terkenal ialah Tuanku Mansiang di Paninjauan. Setelah Syekh Burhanuddin wafat, banyak pula orang yang berguru kepada Tuanku Mansiang ini. Perkembangan kemudian cepat berubah sesuai dengan perkembangan pedalaman Minangkabau, Murid-murid Tuanku Mansiang ini mendirikan surau-surau di kampungnya dalam mengembangkan keahliannya masing-masing.
Tasawuf di Makasar, Syaikh Yusuf
al-Makasari
1.
Riwayat
Hidup
Syeikh
Yusuf Al-Makasari adalah seorang tokoh sufi agung yang berasal dari Sulawesi.
Ia dilahirkan pada tanggal 8 Syawal 1036 H, yaitu ketika Sulawesi baru saja kedatangan
tiga orang penyebar Islam yaitu Datuk Ri Bandang dan kawan-kawannya dari
Minangkabau. Dalam salah satu karangannya, ia menulis belakang namanya dengan
bahasa Arab “Al Makasari”, yaitu nama kota di Sulawesi Selatan (Ujung Pandang).[6]
Nama aslinya adalah Muhammad Yusuf, terkenal dengan gelar asy Syaikh al-Hajj
Yusuf Abu Mahasin Hidayatullah Taj al-Khalwati al-Makassari al-Batani.[7]
Dalam “Lontara Riwayat Tuanta Salamaka ri Gowa, dinyatakan dengan jelas bahwa
ayahnya bernama Gallarang Moncongloe, saudara seibu dengan Raja Gowa Sultan
Alauddin Imanga‘rang’ Daeng Marabbia, Raja Gowa yang paling awal masuk Islam
dan menetapkannya sebagai agama resmi kerajaan pada tahun 1603 M. Sedang ibunya
bernama Aminah binti Dampang Ko’mara, seorang keturunan bangsawan dari Kerajaan
Tallo, kerajaan kembar dengan Kerajaan Gowa. Sejak kecil beliau mulai diajarkan
hidup secara Islam. Beliau mendapatkan pendidikan mengenai bacaan al-Quran
melalui seorang guru mengaji yang bernama Daeng ri Tasammang.[8]
Dalam tempo yang relatif singkat, ia telah tamat mempelajari Al-Qur’an 30 juz.
Setelah itu ia mempelajari ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, maani, badi’,
balaghah dan manthiq. Ia pun belajar pula ilmu fiqih, ilmu ushuluddin dan ilmu
tasawuf.
Syeikh
Yusuf pernah melakukan perjalanan ke Yaman. Di kota ini, ia menerima tarekat
dari syeikhnya yang terkenal, yaitu Syeikh Abi Abdullah Muhammad Baqi Billah.
Secara ringkas tarekat-tarekat yang telah dipelajarinya adalah berikut ini:
a) Tarekat
Qadiriyah diterima dari Syeikh Nuruddin Al-Raniri di Aceh.
b) Tarekat
Naqsabandiyah diterima dari syeikh Abi Abdillah Abdul Baqi Billah.
c) Tarekat
As-Saadah Al- Baalawiyah diterimanya dari sayyid Ali di Zubeid/ Yaman.
d) Tarekat
Syatariyah diterimanya dari Ibahim Alkurani Madinah.
e) Tarekat
Khalwatiyah diterimanya dari Abdul Barakat Ayub bin Ahmad di Damsyiq.[9]
Syaikh
Yusuf adalah pahlawan pejuang yang gigih melawan penjajahan Belanda. Semasa
di Makasar, ia bersama sultan Hasanuddin
ikut berperang melawan Belanda. Setelah ditangkap belanda, ia diasingkan ke
Banten. Di Bnaten, Syaikh Yusuf melakukan aktivitas dakwah islam, antara lain
bersama Syaikh Abdul Muhyi Pamihajan, dimana kedua ulama yang memiliki karomah
tinggi ini sering bertemu.[10]
2.
Pemikiran
Tasawuf Yusuf al-Makassari
Berbeda denga kecenderungan sufisme pada masa-masa
awal yang mengelakan kehidupan duniawi, Syaikh Yusuf mengungkapkan paradigma
sufistiknya bertolak dari asumsi dasar bahwa ajaran islam meliputi dua aspek:
aspek lahir (syari’at) dan aspek batin (hakikat). Syariat dan hakikat harus
dipandang dan diamalkan sebagai suatu kesatuan. Meskipun berpegang teguh pada
transedensi Tuhan, ia meyakini bahwa Tuhan melingkupi segala sesuatu dan selalu
dekat dengan sesuatu itu. Mengenai hal ini, Syaikh Yusuf al-Makassari
mengembangkan istilah al-ihathah (peliputan) dan al-ma’iyyah (kesertaan). Kedua
istilah itu menjelaskan bahwa Tuhan turun (tanazul), sementara manusia naik
(taraqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin dekat. Syeikh
Yusuf menggarisbawahi bahwa proses ini tidak akan mengambil bentuk kesatuan
wujud antara manusia dengan Tuhan. Sebab, al-ihithah dan al-ma’iyyah Tuhan
terhadap hambanya adalah secara ilmu. Menurutnya, fana adalah hamba yang tidak
memiliki kesadaran tentang dirinya, merasa tidak ada, hanya ia menyadari
sebagai yang mewujudkan, yang diwujudkan dan perwujudan. Pandangannya tentang
Tuhan diatas secara umum mirip dengan wahdatul wujud dalam filsafat mistik Ibn
Arabi.[11]
DAFTAR PUSTAKA
Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara,
Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005
Amin, Samsul
Munir, Karomah Para Kiai, Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2008
Putuhena, M.
Saleh, Historiografi Haji Indonesia,
Yogyakarta: Lkis, 2007
Rosihon Anwar,
Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2006
http://guzzaairulhaq.wordpress.com/samudera-tasawuf/sebuah-penelitian-pemikiran-tasawuf-syekh-yusuf-al-makassari
https://www.facebook.com/note.php?note_id=183052849591
[1]M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2005). Hal 69-71
[2] Samsul Munir Amin, Karomah Para Kiai, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2008). Hal 304
[3] M. Saleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia,
(Yogyakarta: Lkis, 2007). Hal 118
[4]
Samsul Munir Amin, Karomah
Para Kiai,,,,,, hal 306.
[6] Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,
(Bandung: Pustaka Setia, 2006). Hal 183
[7] Samsul Munir Amin, Karomah Para
Kiai,,,,,,, hal 224.
[8]
http://guzzaairulhaq.wordpress.com/samudera-tasawuf/sebuah-penelitian-pemikiran-tasawuf-syekh-yusuf-al-makassari/
[9] Rosihon Anwar, Ilmu
Tasawuf,,,,,,,,, hal 184.
[10] Samsul Munir Amin, Karomah Para
Kiai,,,,,, hal 225.
[11] M. Solihin, Melacak Pemikiran
Tasawuf di Nusantara,,,,, hal 289.
Tag: camilli titanium - TITanium Arthritis - TITanium Art
BalasHapusWe created a unique ford escape titanium artwork with babyliss pro nano titanium hair dryer our unique and custom columbia titanium jacket designed design for the Titsanium Arthritis project. · Buy, Sell, and use it on TITSALES.CA$7.00 · titanium jewelry piercing In stock ford fusion titanium for sale