AKULTURASI
BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
Oleh Devia Adelita
A.
PENGANTAR
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki
corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya
Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua
(lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi),
yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya
Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya
sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat
kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Berdasarkan
uraian diatas, maka dalam makalah ini dapat dirumuskan, yaitu :
1) Apa yang dimaksud dengan akulturasi
budaya ?
2) Bagamana wujud akulturasi budaya
Islam di Indonesia ?
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Akulturasi Budaya
Seperti
yang telah di uraikan diatas, bahwa akulturasi merupakan proses pencampuran
budaya (dua atau lebih ) kebudayaan. Namun, umumnya akulturasi berlangsung tanpa
menghilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.[1]Sedangkan
akulturasi kebudayaan adalah penemuan suatu unsur kebudayaan dengan unsur
kebudayaan lain dan satu sama lain saling mempengaruhi.[2]
Dari sanalah terjadi perubahan pola kebudayaan yang original. Namun tidak
menyebabkan hilangnya unsur kedua kebudayaan tersebut.
Kontak
kebudayaan antara berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda menimbulkan
keadaan saling memengaruhi satu sama lain. Terkadang tanpa disadari ada
pengambilan unsur budaya dari luar. Oleh karena itu, salah satu faktor
pendorong keragaman budaya di Indonesia adalah karena kontak dengan kebudayaan
asing. Koentjaraningrat menyatakan bahwa penjajahan atau kolonialisme merupakan
salah satu bentuk hubungan antarkebudayaan yang memberikan pengaruh kepada
perkembangan budaya lokal. Proses saling memengaruhi budaya tersebut terjadi
melalui proses akulturasi dan asimilasi kebudayaan.[3]
2.
Wujud
Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia
Pengaruh
kebudayaan islam mulai memasuki Indonesia sejak abad ke-13, tetapi baru
benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas pada abad ke-15. [4] Masuknya Islam tersebut tidak
berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari
proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga
menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.[5]
1) Seni
Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan
dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Wujud akulturasi dari
masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:[6]
a. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap
yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas
berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Biasanya ditambah dengan
kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b. Tidak dilengkapi dengan menara,
seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada
sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan
atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
c. Letak masjid biasanya dekat dengan
istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat
keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam. Mengenai contoh masjid
kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon),
Masjid Kudus dan sebagainya. Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi
kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari wujud
akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
a) makam-makam kuno dibangun di atas
bukit atau tempat-tempat yang keramat,
b) makamnya terbuat dari bangunan batu
yang disebut dengan Jirat atau Kijing,nisannya juga terbuat dari batu,
c) di atas jirat biasanya didirikan
rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba
d) dilengkapi dengan tembok atau gapura yang
menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk
gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada
yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu),
e) di dekat makam biasanya dibangun
masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para
wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur di Tuban.
d. Bangunan istana arsitektur yang
dibangun pada awal perkembangan Islam, juga memperlihatkan adanya unsur
akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun dari seni patungnya.
Contohnya : istana Kesultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung penjaga Dwarapala
(Hindu).
2) Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan
bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam
berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan
dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, ditengah ragam hias suluran
terdapat bentuk kera yang distilir. Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di
masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Untuk
hiasan pada gapura.[7]
3) Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh
terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan
Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan
istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa
Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan
Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang
banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal
periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh
Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan
demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara
yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi
ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman
Hindu.
Bentuk
seni sastra yang berkembang adalah:[8]
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng
yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk
peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan
bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam,
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga
keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi
(Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang
membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk
Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang
sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan,
keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
4) Sistem
Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah
berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha. Tetapi setelah Islam
masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya
dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti
Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak
Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila
rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan
secara Islam.[9]
5) Sistem
Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78
M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi,
pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari
Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran
bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Nama bulan yang digunakan
adalah 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Demikian pula,
nama-nama bulan mengacu pada bahasa bulan Arab yaitu Sura (Muharram), Sapar
(Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal
(Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban),
Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah).
Namun, penanggalan hariannya tetap mengikuti penanggalan Saka karena
penanggalan harian Saka saat itu paling banyak digunakan penduduk Kalender
Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1
Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.[10]
C.
PENUTUP
Di
dalam proses akulturasi budaya terjadi proses seleksi terhadap unsur-unsur
budaya asing oleh penduduk setempat. Contoh proses seleksi unsur-unsur budaya
asing dan dikembangkan menjadi bentuk budaya baru tersebut terjadi pada masa
penyebaran agama Hindu-Buddha di Indonesia sejak abad ke-1. Masuknya agama dan
kebudayaan Islam ke Indonesia berpengaruh besar terhadap perkembangan
kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan islam tersebut tidak ditiru
sebagaimana adanya, tetapi sudah dipadukan dengan unsur kebudayaan hindu-Budha
yang telah dahulu ada di Indonesia sehingga terbentuklah unsur kebudayaan baru
yang jauh lebih sempurna. Hasil akulturasi budaya Indonesia dengan kebudayaan
Hindu–Buddha adalah dalam bentuk seni bangunan, seni rupa, aksara, dan sastra,
sistem pemerintahan, sistem kalender, serta sistem kepercayaan dan filsafat.
Namun, meskipun menyerap berbagai unsur budaya Hindu–Buddha, konsep kasta yang
diterapkan di India tidak diterapkan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mariyati,
Kun. Sosiologi: Jilid 2. Jakarta : ESIS,
2006
Haryanto, Sugi. Geografi dan Sosiologi 3. Yudhistira,
2006
Murdiyatmoko, Janu. Sosiologi :
Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Bandung: Grafindo Media Pratama, 2004
Ibnu al-Qayyim, Wujud Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan
Islam, dalam http://ibnualqayyim.blogspot.com/2013/05/wujud-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html
Riyan. Akulturasi Kebudayaan Indonesia, dalam http://www2.sman1ambarawa.sch.id/CONTENT/Sejarah/Peradaban%20Islam/materi/materi02.html
Heriyanti. Kebudayaan Islam Di Indonesia, dalam http://anthyscrub.blogspot.com/2013/11/makalah-kebudayaan-islam-di-indonesia_10.html
Roni Syahroni. Sejarah Tentang Akulturasi Tradisi Lokal, Hindu-Buddha, Dan Islam, dalam http://ronisyahroni994.blogspot.com/2011/12/akuturasi-budaya-lokalhindu-buddha-dan.html
http://antropologi.yahubs.com/antropologi/akulturasi-budaya/
http://www2.sman1ambarawa.sch.id/CONTENT/Sejarah/Peradaban%20Islam/materi/materi02.html
[1]Kun Mariyati. Sosiologi: Jilid 2. ( Jakarta:ESIS, 2006
). Hal-70
[2] Sugi Haryanto. Geografi dan Sosiologi 3. ( Yudhistira,
2006 ). Hal-26
[4] Janu Murdiyatmoko. Sosiologi : Memahami
dan Mengkaji Masyarakat. (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2004). Hal-90.
[5]http://www2.sman1ambarawa.sch.id/CONTENT/Sejarah/Peradaban%20Islam/materi/materi02.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)
[6] Ibnu al-Qayyim, Wujud Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam, dalam http://ibnualqayyim.blogspot.com/2013/05/wujud-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)
[7]Riyan.AkulturasiKebudayaanIndonesia, dalam http://afrian07.blogspot.com/2012/12/contoh-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html (diakses pada tanggal
27 Mei 2014)
[8]http://www2.sman1ambarawa.sch.id/CONTENT/Sejarah/Peradaban%20Islam/materi/materi02.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)
[9]Heriyanti.KebudayaanIslamDiIndonesia,dalamhttp://anthyscrub.blogspot.com/2013/11/makalah-kebudayaan-islam-di-indonesia_10.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)
[10] Roni Syahroni. Sejarah Tentang
Akulturasi Tradisi Lokal, Hindu-Buddha, Dan Islam, dalam http://ronisyahroni994.blogspot.com/2011/12/akuturasi-budaya-lokalhindu-buddha-dan.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar