Rabu, 16 Juli 2014

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DI INDONESIA



AKULTURASI BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
Oleh Devia Adelita
A.    PENGANTAR
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam makalah ini dapat dirumuskan, yaitu :
1)      Apa yang dimaksud dengan akulturasi budaya ?
2)      Bagamana wujud akulturasi budaya Islam di Indonesia ?

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Akulturasi Budaya
Seperti yang telah di uraikan diatas, bahwa akulturasi merupakan proses pencampuran budaya (dua atau lebih ) kebudayaan. Namun, umumnya akulturasi berlangsung tanpa menghilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.[1]Sedangkan akulturasi kebudayaan adalah penemuan suatu unsur kebudayaan dengan unsur kebudayaan lain dan satu sama lain saling mempengaruhi.[2] Dari sanalah terjadi perubahan pola kebudayaan yang original. Namun tidak menyebabkan hilangnya unsur kedua kebudayaan tersebut.
Kontak kebudayaan antara berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda menimbulkan keadaan saling memengaruhi satu sama lain. Terkadang tanpa disadari ada pengambilan unsur budaya dari luar. Oleh karena itu, salah satu faktor pendorong keragaman budaya di Indonesia adalah karena kontak dengan kebudayaan asing. Koentjaraningrat menyatakan bahwa penjajahan atau kolonialisme merupakan salah satu bentuk hubungan antarkebudayaan yang memberikan pengaruh kepada perkembangan budaya lokal. Proses saling memengaruhi budaya tersebut terjadi melalui proses akulturasi dan asimilasi kebudayaan.[3]

2.      Wujud Akulturasi Budaya Islam Di Indonesia
Pengaruh kebudayaan islam mulai memasuki Indonesia sejak abad ke-13, tetapi baru benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas pada abad ke-15. [4] Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.[5]
1)      Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Wujud akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:[6]
a.       Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b.      Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia.
c.       Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam. Mengenai contoh masjid kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
a)      makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat,
b)      makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing,nisannya juga terbuat dari batu,
c)      di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba
d)      dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu),
e)      di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur di Tuban.
d.      Bangunan istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias, maupun dari seni patungnya. Contohnya : istana Kesultanan Yogyakarta dilengkapi dengan patung penjaga Dwarapala (Hindu).
2)      Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir. Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Untuk hiasan pada gapura.[7]
3)      Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.

Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:[8]
a.       Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
b.      Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c.       Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d.      Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
4)      Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha. Tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.[9]

5)      Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78 M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Nama bulan yang digunakan adalah 12, sama dengan penanggalan Hijriyah (versi Islam). Demikian pula, nama-nama bulan mengacu pada bahasa bulan Arab yaitu Sura (Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabi’ul Awal), Bakda Mulud (Rabi’ul Akhir), Jumadilawal (Jumadil Awal), Jumadilakir (Jumadil Akhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Sya’ban), Pasa (Ramadhan), Sawal (Syawal), Sela (Dzulqaidah), dan Besar (Dzulhijjah). Namun, penanggalan hariannya tetap mengikuti penanggalan Saka karena penanggalan harian Saka saat itu paling banyak digunakan penduduk Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.[10]


C.    PENUTUP
Di dalam proses akulturasi budaya terjadi proses seleksi terhadap unsur-unsur budaya asing oleh penduduk setempat. Contoh proses seleksi unsur-unsur budaya asing dan dikembangkan menjadi bentuk budaya baru tersebut terjadi pada masa penyebaran agama Hindu-Buddha di Indonesia sejak abad ke-1. Masuknya agama dan kebudayaan Islam ke Indonesia berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan islam tersebut tidak ditiru sebagaimana adanya, tetapi sudah dipadukan dengan unsur kebudayaan hindu-Budha yang telah dahulu ada di Indonesia sehingga terbentuklah unsur kebudayaan baru yang jauh lebih sempurna. Hasil akulturasi budaya Indonesia dengan kebudayaan Hindu–Buddha adalah dalam bentuk seni bangunan, seni rupa, aksara, dan sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, serta sistem kepercayaan dan filsafat. Namun, meskipun menyerap berbagai unsur budaya Hindu–Buddha, konsep kasta yang diterapkan di India tidak diterapkan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Mariyati, Kun. Sosiologi: Jilid 2. Jakarta : ESIS, 2006
Haryanto, Sugi. Geografi dan Sosiologi 3. Yudhistira, 2006
Murdiyatmoko, Janu. Sosiologi : Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Bandung: Grafindo Media Pratama, 2004
Ibnu al-Qayyim, Wujud Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam, dalam http://ibnualqayyim.blogspot.com/2013/05/wujud-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html

Heriyanti. Kebudayaan Islam Di Indonesia, dalam http://anthyscrub.blogspot.com/2013/11/makalah-kebudayaan-islam-di-indonesia_10.html

Roni Syahroni. Sejarah Tentang Akulturasi Tradisi Lokal, Hindu-Buddha, Dan Islam, dalam http://ronisyahroni994.blogspot.com/2011/12/akuturasi-budaya-lokalhindu-buddha-dan.html

http://antropologi.yahubs.com/antropologi/akulturasi-budaya/

http://www2.sman1ambarawa.sch.id/CONTENT/Sejarah/Peradaban%20Islam/materi/materi02.html

 





[1]Kun Mariyati. Sosiologi: Jilid 2. ( Jakarta:ESIS, 2006 ). Hal-70
[2] Sugi Haryanto. Geografi dan Sosiologi 3. ( Yudhistira, 2006 ). Hal-26
[4] Janu Murdiyatmoko. Sosiologi : Memahami dan Mengkaji Masyarakat. (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2004). Hal-90.

[6] Ibnu al-Qayyim, Wujud Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam, dalam http://ibnualqayyim.blogspot.com/2013/05/wujud-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)

[7]Riyan.AkulturasiKebudayaanIndonesia, dalam http://afrian07.blogspot.com/2012/12/contoh-akulturasi-kebudayaan-indonesia.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)

[9]Heriyanti.KebudayaanIslamDiIndonesia,dalamhttp://anthyscrub.blogspot.com/2013/11/makalah-kebudayaan-islam-di-indonesia_10.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)

[10] Roni Syahroni. Sejarah Tentang Akulturasi Tradisi Lokal, Hindu-Buddha, Dan Islam, dalam http://ronisyahroni994.blogspot.com/2011/12/akuturasi-budaya-lokalhindu-buddha-dan.html (diakses pada tanggal 27 Mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar